Situ Cangkuang Garut

Posted by Unknown 0 komentar

Situ Cangkuang


Objek wisata sejarah ini terletak di Kampung Pulo, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Desa Cangkuang berada di tengah gunung-gunung besar di Jawa Barat, yakni Haruman, Kaledong, Mandalawangi dan Guntur. Ada tiga objek wisata menarik yang sekaligus bisa Anda kunjungi. Selain Candi Cangkuang,  ada Situ Cangkuang dan Kampung Adat Pulo. Untuk mengunjunginya, Anda bisa menggunakan kendaraan pribadi atau angkutan umum ke Garut. Jika dari Jakarta, waktu tempuh sekitar empat jam melalui Tol Cipularang. Dari Kecamatan Leles, infrastruktur jalannya cukup baik dan nyaman, sehingga tak butuh waktu terlalu lama untuk mencapai lokasi. Selanjutnya, Anda dapat menikmati sensasi naik andong hingga ke pintu masuk objek wisata.

Plang “Selamat Datang di Cagar Budaya Candi Cangkuang” yang tidak terlalu besar akan menyambut kehadiran Anda. Lahan luas pun  terhampar di sekitar gerbang masuk.
Setiap hari, terutama saat musim liburan, Anda dapat menikmati kegiatan penduduk setempat yang sudah sangat sadar wisata. Sejak lama, masyarakat sadar dengan potensi wisata alam maupun budaya yang sangat banyak. Anda juga dimanjakan dengan udara yang segar, sejuk, dan bersih. Sampai kini, pegunungan Garut masih pantas dijuluki Swiss van Java.
Mencapai ketiga objek wisata tersebut mudah dan menyenangkan. Sebelum menjamah bebatuan Candi Cangkuang yang dipugar 1978 itu, wisatawan dapat menikmati indahnya Situ Cangkuang yang terbentang seluas mata memandang. Di tepian situ, terlihat rakit-rakit berukuran cukup besar sedang berlabuh.

Jika berwisata dalam rombongan besar, Anda tetap dapat menikmati Situ Cangkuang tanpa harus berpisah dengan teman satu rombongan. Rakit ini dapat menampung cukup banyak orang. Rakit yang disusun dari bambu-bambu ini berukuran sekitar dua puluh meter persegi. Rakit hanya sebagian dinaungi atap yang terbuat dari seng. Sisanya yang tidak tertutup memungkinkan Anda leluasa untuk menikmati pemandangan pegunungan dan hawa yang segar. Di sore hari, saat matahari terbenam, pemandangan lebih asyik untuk dijadikan objek bagi Anda yang menggemari fotografi. Menyeberangi Situ Cangkuang selebar 500 meter pun tak terasa lama. Turun dari rakit, beberapa tempat duduk yang nyaman tersedia di bibir “pulau seberang”. Bekal makanan tak usah dikhawatirkan, karena di sana tersedia banyak penjual makanan instan maupun jajan tradisional. Dijamin kenyang perut Anda, dengan harga makanan yang cukup terjangkau. Makanan kampung seperti jagung dan ketan bakar dengan bumbu kacang pedas patut dicoba, sambil menikmati pemandangan rakit-rakit yang hilir mudik di Situ Cangkuang. Selanjutnya, siapkan diri Anda untuk memulai perjalanan sejarah yang menghadirkan romantisme peradaban Hindu.

Kampung Adat
 
Dalam perjalanan pertama, Anda akan menemui Kampung Adat Pulo, yang jika dilihat sekilas seperti miniatur permukiman penduduk tradisional biasa. Kampung Pulo ini hanya terdiri dari enam rumah dan masjid. Rumah di Kampung Pulo tidak pernah ditambah atau dikurangi, sesuai dengan ketentuan adat. Seperti layaknya permukiman adat lainnya di Jawa Barat, rumah berbentuk panggung dengan seluruh dinding terbuat dari kayu dan bilik. Dinding ini dilapisi kapur. Berikutnya, Anda tinggal berjalan melalui tangga yang cukup banyak menuju Candi Cangkuang. Di sini bukanlah kompleks percandian, seperti Candi Borobudur atau Prambanan yang mendunia. Candi Cangkuang berdiri kokoh. Lapisan bebatuan di luarnya menunjukkan bahwa tubuh candi bukan lagi yang asli. Sebagian besar hanya merupakan replika. Di dalam candi, Anda akan menemukan patung Dewa Siwa yang kondisinya sudah tidak utuh. Beberapa bagian tubuh hilang, akibat gerusan air dan udara. Di luar, Anda akan menemukan sebuah makam berpagar di dekat candi. Ini adalah makam Arif Muhammad, yang sudah dilapisi semen dan batu. Penduduk maupun penjaja makanan akan dengan senang hati menceritakan mengenai Arif Muhammad. Ia dipercaya sebagai pendiri Kampung Adat Pulo dan memulai peradaban di Cangkuang dan sekitarnya.

Jika beruntung, Anda bisa mendengar dan melihat beberapa orang sedang melakukan doa di sekitar makam. Anda juga bisa mengunjungi museum yang berisi foto-foto dan berbagai naskah kuno peninggalan Arif Muhammad, yang tertata dengan rapi. Pengelola museum patut diberi acungan jempol atas ketelatenan mempertahankan bukti-bukti sejarah setempat. Ada beberapa juru kunci dapat menjelaskan sejarah barang-barang yang ada di museum. Tak hanya itu, mereka juga bersedia membagi pengetahuan tentang kertas zaman dulu, yang dibuat dari kulit kayu sae. Jangan khawatir, puluhan bahkan ratusan pengunjung bisa diterima oleh juru kunci museum, di beranda museum yang sejuk karena kerindangan pohon-pohon besar di sekitar. Namun, ada sejumlah catatan untuk perbaikan pengelolaan kawasan ini. “Potensinya belum dikelola maksimal, sebagai cagar budaya yang harus dijaga dengan baik. Ketika pengunjung mulai memasuki pintu gerbang, sudah terdapat pemandangan tidak elok, yaitu para pengemis. Sampah-sampah di danau juga harus dibersihkan. Ini perlu mendapat perhatian lebih dari dinas pariwisata setempat,” kata penikmat wisata lokal bernama Siti Rahayu.

Perempuan yang berprofesi sebagai guru dan aktif menulis blog ini menilai, sebenarnya banyak daya tarik yang bisa diciptakan Desa Cangkuang. Desa tersebut mempunyai seperangkat potensi wisata yang menawan, termasuk Situ Cangkuang yang memiliki ratusan bunga teratai yang sangat indah. Setelah berwisata sejarah dan budaya, Anda bisa membeli buah tangan berupa makanan khas Garut, yaitu dodol. Di dekat pintu masuk Candi Cangkuang, ada beberapa kios penjual dodol aneka rasa, yang kini makin inovatif dan kreatif pengolahannya.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Situ Cangkuang Garut
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://kampungku-garut.blogspot.com/2013/12/situ-cangkuang-garut.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 komentar:

Posting Komentar